Berita Bappeda

Membangun Jiwa, Mulailah Dari Diri dan Keluarga

Kamis, 21 Agustus 2025 | 15:39

15 Viewers

Oleh: Medi Iswandi Kepala Bappeda Sumatera Barat.

Pernahkah kita bertanya: mengapa hidup di negeri ini terasa semakin rumit? Mengapa masalah-masalah sederhana seperti sampah, kemacetan, ketertiban, atau etika sosial terus saja berulang, seperti tidak dapat diatasi?

Sering kali, telunjuk kita mengacung keluar—ke kebijakan, ke sistem, ke pihak-pihak yang dianggap “berwenang”. Tapi jarang sekali kita bertanya ke dalam: Apa yang sudah aku lakukan? Apa yang telah aku tanam di keluargaku? Terlalu sering kita berteriak soal hak, namun tak bersuara tentang tanggung jawab.

Kita ingin kota bersih, tapi masih nyaman membuang sampah sembarangan.Kita ingin jalanan dan fasilitas umum tertib dan terpelihara, tapi tetap berbelanja di pedagang liar yang berdagang di atas trotoar dan fasilitas umum.Kita ingin anak-anak tumbuh baik, tapi membiarkan tontonan dan pergaulan mereka tanpa arahan.

Tanpa sadar, kita telah terjebak dalam budaya “Asal Bukan Saya Yang Disalahkan.”
Kita marah saat orang lain merusak, tapi diam saat kita atau keluarga kita melakukannya.

Padahal, akar dari peradaban bukan dimulai dari bangunan megah atau sistem canggih, tapi dari karakter manusia. Dan, karakter itu dibentuk pertama kali di rumah—dalam keluarga. Di sanalah anak belajar kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan empati.Jika keluarga abai, maka fondasi masyarakat akan goyah. Anak yang membentak orang tua, membolos, atau terlibat kekerasan, bukan hanya persoalan sekolah—itu juga tanda ada yang rapuh di rumah.

Orang dewasa yang curang, merusak, dan mengambil hak orang lain, dulunya kemungkinan menjadi dewasa tanpa nilai yang kuat ditanamkan sejak dini oleh keluarganya. Kita tidak sedang krisis fasilitas. Kita sedang krisis keteladanan. Dan yang bisa memberikan keteladanan sejati—bukan influencer, bukan tokoh publik—tapi orang tua di rumah.

Saya pernah berkunjung ke kota kecil bernama Hildesheim di Jerman.
Alun-alunnya ramai setiap pagi, dipenuhi pedagang dan pembeli. Tapi begitu siang, semua rapi kembali. Tak ada sampah, bahkan air tumpah pun tidak ada. Tak ada petugas kebersihan yang menyapu. Masyarakatnya merapikan sendiri.

Saya juga menyaksikan mahasiswa naik kereta hanya dengan menunjukkan kartu pelajar, negaranya membayar untuknya. Tak ada pemeriksaan. Tapi tak ada pula yang mencoba curang. Karena sistem kepercayaan dibangun dari kedisiplinan pribadi, bukan dari pengawasan ketat.

Saya kagum. Tapi bukan pada teknologinya.
Saya iri pada jiwa masyarakatnya.
Jiwa yang paham bahwa tanggung jawab tidak perlu dipaksakan. 
Jiwa yang terbentuk dari keluarga yang menanamkan nilai, bukan hanya memberi nafkah.

Satu kalimat yang tak akan saya lupakan dari perbincangan dengan warga setempat: “Kami diajarkan sejak kecil: jika tak bisa memperbaiki dunia, setidaknya jangan menambah rusaknya.”
Dan lebih baik lagi: mulailah dari rumahmu.

Maka, jika kita ingin perubahan besar, jangan menunggu siapa pun.
Mulailah dari hal kecil yang konsisten.
Mulailah dari keluarga—dari cara kita mendidik, memberi contoh, dan menanamkan nilai.

Mulailah dari tidak membuang sampah sembarangan, tidak menyerobot antrean, tidak mencuri waktu kerja, tidak menyebar hoaks, dan peduli pada sesama.
Kalau kita ingin negeri ini bersih, mulailah dari tak membuang sampah.
Kalau kita ingin jalanan tertib, mulailah dari tidak belanja sembarangan.
Kalau kita ingin remaja kita tumbuh baik, jadilah orang dewasa yang memberi teladan.

Kalau kita ingin perubahan, jangan tunggu hadir pemimpin yang memberi teladan. Tapi… jadikan diri sendiri pemimpin yang memberi teladan bagi keluarga, dan bagi lingkungan.

Tidak ada perubahan yang bisa dibangun tanpa kesadaran pribadi dan kekuatan keluarga.
Karena negara yang kuat tidak dibangun oleh satu tangan pemimpin, tapi oleh jutaan keluarga yang hidup dalam nilai-nilai luhur.

Saya teringat lirik lagu kebangsaan kita:
“Bangunlah jiwanya, baru bangun raganya.”
Dan jiwa itu…
Dikuatkan oleh teladan.
Diperluas oleh kesadaran.
Dibuktikan lewat tindakan.
Dibentuk pertama kali di rumah. Karena dari situlah peradaban sejati akan lahir.

Dan jiwa itu—dibentuk bukan hanya oleh sistem, tapi oleh kesadaran.
Kesadaran yang dibangun dari rumah, dari keteladanan orang tua, dari kasih sayang yang mendidik, bukan memanjakan.

Jangan tunggu negeri ini menjadi baik untuk ikut berbuat baik.
Tapi jadikan alasan negeri ini akan menjadi lebih baik—dengan menjadikan diri dan keluarga sebagai ladang pertama menanamkan kebaikan.

Jangan tunggu semuanya berubah karena bagian dari perubahan itu—dari diri, dari keluarga.
Karena jika setiap rumah menyalakan cahaya kesadaran, kita tak perlu lagi menunggu terang dari pusat. Terangnya akan menyala… dari seluruh penjuru.(*)

sumber : https://padek.jawapos.com/opini/2366396855/membangun-jiwa-mulailah-dari-diri-dan-keluarga

Berita Terbaru

News Image
21
Aug 2025
15 Viewers Admin

Membangun Jiwa, Mulailah Dari Diri dan Keluarga

Bidang:
Sekretariat
Baca Selengkapnya
News Image
08
Aug 2025
52 Viewers Admin

RKPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025 Perubahan

Bidang:
P2EPD
Baca Selengkapnya
News Image
08
Aug 2025
39 Viewers Admin

RKPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2026

Bidang:
P2EPD
Baca Selengkapnya
News Image
05
Aug 2025
58 Viewers Admin

RKPD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025

Bidang:
Sekretariat
Baca Selengkapnya
Pegawai Terbaik
Nama RIKA AMIR, SE.
NIP 197405052003122005
Jabatan Perencana
Nama FIRDAUS ARIFIN, S.Si.
NIP 197011192006041002
Jabatan Perencana
Nama ANDRE OLA VETRIC, SE, MM.
NIP 198210302008021001
Jabatan KEPALA BIDANG PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Nama TEDDI RAFDIANTO, S.Kom, M.Kom.
NIP 197906032010011006
Jabatan Perencana
Nama ANDRE OLA VETRIC, SE, MM.
NIP 198210302008021001
Jabatan KEPALA BIDANG PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Nama MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT, S.IP, M.Si.
NIP 199407122016091002
Jabatan Analis Perencanaan
Nama YUDHA PRIMA, SSTP, M.Si.
NIP 198201212000121001
Jabatan KEPALA BIDANG PERENCANAAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PEMBANGUNAN DAERAH
Akses