Berita Bappeda

BANGKIT LAH

Senin, 04 Agustus 2025 | 14:05

8 Viewers

BANGKIT LAH

 

 

Oleh : Medi Iswandi, ST. MT - Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat

 

“Jika jiwa atau karakter warga semakin memburuk, maka biaya dampak perilaku makin besar harus disediakan oleh Pemerintah”

 

Ketika bencana terjadi saat ini, kita merenung apakah ini cara Allah mengingatkan kita, agar masing-masing kita menjadi manusia lebih bertanggung jawab? 

Dimedia sosial  masalah kemaksiatan, lebih dasyat lagi LGBT menjadi topik yang cukup viral menjadi bahan komentar, diskusi dan perdebatan bahkan juga alat politik untuk menyerang pihak lain. Hampir semua postingan sepertinya melupakan bagaimana peran keluarga, bagaimana peran suku dan mamak, bagaimana peran lingkungan. Arah telunjuk lurus kepada pemerintah. Akibatnya apa? orang tua dan mamak (jika di Minangkabau) dan lingkungannya yang menjadi benteng utama terhadap masalah ini justru merasa ini bukan tanggung jawabnya, opini yang sudah terbangun ini tugas pemerintah, it's ok pemerintah melalui penegak hukum dan ketertiban seperti polisi, satpol PP dan instansi terkait pasti akan atasi ini dengan semua program yang tentu berujung kepada alokasi anggaran.

Jika kita lihat sampah, sudut pandang kita menyatakan wuah mana petugas nih, dinasnya ngapain aja, kok tidak dibersihkan. Akhirnya yang buang sampah merasa benar karena penegakan hukum juga diterapkan dalam perspektif yang berbeda, sebab jika yang buang sampah orang nggak mampu maka ketika didenda pasti dibela, akibatnya yang buang suka suka nggak ada yang menegur, toh nanti kan ada petugas yang bersihkan. tahukah kita apa dampaknya? akibatnya menyedot anggaran sangat besar dan bertambah besar setiap tahun, hanya utk mengurus sampah, tambah luasan TPA, tambah tenaga K3, tambah biaya operasional dan BBM, tambah truck berikut operasional dan pemeliharaannya, tambah kontainer, tambah lain-lainnya, belum lagi dampak yang ditimbulkannya seperti banjir dan penyakit serta dampak lainnya yang tentu menyedot anggaran untuk menyelesaikannya, padahal masalahnya sepele yang buang sampah merasa benar, karena tidak mendapatkan hukuman yang sepadan akibat perbuatannya.

Jika melihat PKL liar, apa persepsi sebahagian kita, mana pemerintahnya, nggak tegas, nggak digusur, namun yang belanja disitu banyak dan tidak merasa bersalah, malah yang teriak teriak dimedia sosial untuk tertibkan PKL tersebut juga belanja disitu, kita tahu pasar terjadi karena bertemunya pembeli dan pedagang utk bertransaksi, nggak mungkin ada pedagang jika nggak ada yang beli, akibatnya apa, akhirnya perlu ditambah tenaga satpol, nambah jam lemburnya, nambah biaya peralatannya, nambah biaya makan dan minumnya dan setiap tahun terus bertambah. Yang belanja sembarangan juga bertambah karena nggak  merasa itu sebuah hal yang salah karena memang tidak ada yang menegur pembelinya, karena selama ini kita selalu berpikir pedagangnya yang salah, dan pemerintahlah yang harus tertibkan PKL tersebut.

Kalau kita melihat fasilitas umum dirusak, yang diumpat-umpat pemerintahnya, nggak dijaga lah, nggak dirawat lah, yang merusak santai saja tanpa ada yang berinisiatif melaporkan atau mengingatkan, akibatnya apa, yang merusak nggak pernah merasa hal tersebut salah, karena memang nggak ada yang merasa perlu ikut menjaga, nggak ada yang melakukan pelaporan. Pemerintah karena di desak opini its ok saja, tambah petugas yang mengawasi fasilitas umum, semula kerja 8 jam jadi 24 jam akibatnya tentu ke pembiayaan, perbaiki yang sudah dirusak, tambah petugas dan peralatan untuk mengawasi, implikasinya anggaran harus dialokasikan besar untuk membenahi itu.

Kemudian masalah begal dan kenakalan remaja, kita tahu mereka bukan anak miskin dan anak telantar yang menurut undang undang menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah, mereka punya keluarga, punya suku, punya mamak, punya lingkungan yang harusnya mengawasi, tapi karena opini bahwa pemerintah pasti bereskan, semua yang harus bertanggung jawab utama tsb seakan melepaskan tanggung jawabnya pada pemerintah, nah ujungnya pasti biaya.

Akibatnya apa? prioritas anggaran menjadi berubah, anggaran yang seharusnya diprioritaskan membangun infrastruktur, jaminan kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita untuk menjadi lebih baik sehingga bisa hidup  lebih nyaman, lebih efisien dan lebih berkualitas malah tersedot banyak untuk membiayai dampak dari perilaku menyimpang tsb, karena memang opini telah terbentuk bahwa peran dan tanggung jawab sebagai individu, sebagai orang tua, sebagai mamak atau sebagai tanggung jawab lingkungannya dalam masyarakat akan dibereskan nanti oleh Pemerintah.

Ada sebuah pelajaran sangat berharga yang saya lihat dan alami ketika melaksanakan tugas ke Hildesheim pada tahun 2019. Hildesheim sebuah Kota di German yang mempunyai hubungan Sister City dengan Kota Padang. Mendarat di Bandara Hannover saya menaiki kereta api menuju Hildesheim dengan membeli tiket seharga Rp. 800 ribu. Satu deret dengan tempat saya duduk, saya melihat seorang mahasiwa hanya perlu memperlihatkan kartu mahasiswanya sehingga tidak perlu membeli tiket yang mahal tersebut. Ketika akan menginap saya memilih menginap disebuah motel kecil dekat alun-alun kota, alun-alun ini setiap pukul 07.00 pagi dipenuhi oleh pedagang yang tertib menjual berbagai bentuk kebutuhan harian dengan pembeli yang sangat ramai, namun jam 12.00 siang tempat itu kosong tanpa perlu komando atau penertiban, bersih kembali seperti sediakala, jangankan sampah bekas air tumpah saja tidak ada. Dilokasi tersebut tidak ada petugas bahkan tong sampah pun tidak ada, semua diurus mandiri oleh masing-masing pedagang dan pembeli tersebut. Saya juga sempat berkunjung ke apartemen seorang teman, namun sang teman sedang bertugas beberapa hari keluar kota dan meninggalkan orang tuanya yang berumur 85 tahun sendiri di apartemen tersebut. Saya sempat menyampaikan kekuatiran kepada teman tersebut kenapa orang tuanya yang lanjut usia ditinggal sendiri, namun dia menjawab bahwa negaranya sudah memberikan jaminan, dia hanya perlu melapor kepada dinas urusan sosial akan bepergian beberapa hari, kemudian ada yang mengunjungi dan menemani orang tuanya mengobrol disiang hari, ada yang mengambil laundry untuk dicucikan dan ada yang memeriksa kesehatan orang tuanya di apartemen tersebut, yang semua pelayanan tersebut merupakan fasilitas negara kepada rakyatnya.

Karena saya bertugas di perencanaan hal ini menimbulkan rasa penasaran dan ingin tahu bagaimana bentuk prioritas anggaran kota Hildesheim ini. Dalam anggaran kotanya, saya tidak menemukan disitu biaya-biaya yang perlu dianggarkan akibat dampak perilaku, seperti mengelola sampah akibat kegiatan masyarakat, biaya operasional penertiban kota karena banyaknya kenakalan akibat remajanya tawuran, atau biaya-biaya menanggulangi kerusakan fasilitas umum karena dirusak. Anggaran kota Hildesheim bisa fokus untuk memfasilitasi hal-hal seperti yang saya tuliskan di bagian atas tadi. Saya jadi teringat kata-kata seorang pamong senior ketika memberi pengarahan saat saya mengikuti pembekalan menjadi ASN di tahun 1999. Beliau mengatakan bahwa yang paling utama adalah membangun jiwa karena pada lagu Kebangsaan Indonesia Raya ada bait sesudah kata ‘bangunlah’ adalah kata ‘jiwa’ baru diikuti kata ‘raga’. Karena jiwa yang berkarakter baik akan mendatangkan kenyamanan hidup bagi seluruh warganya. Meminjam istilah beliau, “mereka sudah lebih dulu merasakan sorga di dunia”.

Dalam sebuah diskusi dalam rangka SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), kondisi ini pernah saya sampaikan kepada peserta diskusi yang terdiri dari mahasiswa dan anak anak muda. Cukup kaget juga ketika seorang mahasiswa dari sebuah kampus terkenal berkata, “itu urusan pemerintah, pemerintah kan punya uang banyak”. Saya menjawab jika cara pikir anda seperti itu jangan kaget jika saat ini anda tidak lagi gratis untuk sekolah bahkan uang kuliah anda terus naik, anggaran untuk menjamin kesehatan anda secara keseluruhan tidak lagi cukup dan jika anda sakit maka anda membayar mahal untuk sehat kembali, jalan kerumah anda terlambat diperbaiki, tarif listrik dan air anda tiap tahun menjadi naik, pajak kendaraan anda juga terus naik. Kenapa? karena prioritas anggaran yang semula di alokasikan untuk itu harus di pindahkan untuk mendanai akibat dari perilaku anda dan orang orang yang berpikiran sama dgn anda. Saya kembali merenung, kenapa negara-negara dengan ‘Income Perkapita’ tinggi namun biaya pendidikan dan kesehatan untuk warganya sangat murah dan bahkan gratis padahal rakyatnya pasti mampu untuk mendapatkan semua fasilitas itu walaupun berbiaya mahal, sedangkan negara kita dengan ‘Income Perkapita’ hanya menengah, rakyat harus membayar biaya pendidikan tinggi dan biaya kesehatan dengan lebih mahal. Apakah biaya-biaya dampak perilaku ini penyebab harus beralihnya prioritas anggaran? Jawabannya adalah walaupun tidak seluruhnya tapi sebahagian besar memang menyebabkan prioritas pembangunan dan anggaran berubah.

Ketika negara negara lain sudah bergerak maju terhadap pendidikan, jaminan kesehatan, research dan teknologi yang mempermudah dan meningkatkan kualitas hidupnya, kita masih berkutat dengan bahagian bahagian untuk mengatasi akibat dari degradasi peradaban dan perilaku kita.

Mari kita melakukan refleksi dengan merenung di hari kebangkitan nasional ini, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang membawa manfaat, bukan yang membawa mudharat.

Ditulis Oleh : Admin

News Image
16
Aug 2018
2120 Viewers Admin

Kunjungan Kerja LPSE Provinsi Kalbar

Bidang:
Sekretariat
Baca Selengkapnya
News Image
16
Aug 2018
1755 Viewers Admin

Kunjungan LPSE Kab. Kotabaru ke LPSE Sumbar

Bidang:
Sekretariat
Baca Selengkapnya
News Image
16
Aug 2018
958 Viewers Admin

Rapat Koordinasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) LPSE se Sumbar.

Bidang:
Sekretariat
Baca Selengkapnya
Nama RIKA AMIR, SE.
NIP 197405052003122005
Jabatan Perencana
Nama FIRDAUS ARIFIN, S.Si.
NIP 197011192006041002
Jabatan Perencana
Nama ANDRE OLA VETRIC, SE, MM.
NIP 198210302008021001
Jabatan KEPALA BIDANG PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Nama TEDDI RAFDIANTO, S.Kom, M.Kom.
NIP 197906032010011006
Jabatan Perencana
Nama ANDRE OLA VETRIC, SE, MM.
NIP 198210302008021001
Jabatan KEPALA BIDANG PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Nama MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT, S.IP, M.Si.
NIP 199407122016091002
Jabatan Analis Perencanaan
Akses