Pengelolaan Danau Maninjau dan Danau Singkarak Harus secara Komprehensif dan Berkelanjutan

1,367 kali dilihat

Kondisi Danau Maninjau yang tercemar limbah pakan ikan dengan status satu dari 15 danau yang menjadi prioritas penanganan menjadi salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini yang mendasari pelaksanaan Rapat Harmonisasi dan Sinkronisasi Pengelolaan Danau Maninjau dan Danau Singkarak di Bappeda Provinsi Sumatera Barat tanggal 28 Maret yang lalu. Rapat yang menghadirkan pakar ilmu perikanan dan kelautan Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS ini juga mengundang instansi terkait seperti Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V dan perwakilan Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar.

Rapat ini bertujuan antara lain untuk mengharmonisasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan Danau Maninjau dan Danau Singkarak antara Pemerintah Daerah Kabupaten, Provinsi, Pemerintah Pusat dan pemangku kepentingan lainnya. Perhatian utama yang harus ditindaklanjuti oleh semua pihak adalah banyaknya keramba jala apung (KJA) di Danau Maninjau dengan jumlah yang tak terkendali. Hal ini menyebabkan Danau Maninjau mengalami pengendapan, di antaranya pengendapan racun dari keberadaan KJA tersebut. Ketersediaan air bersih pun menjadi terkendala akibat munculnya racun yang berbahaya di Danau Maninjau ini. Air bersih dibutuhkan oleh makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan dan hewan. Status Danau Maninjau sendiri berada pada level eutropik dan tinggal satu level lagi menuju danau mati yaitu hypereutropik.

Pada tahun 2016 yang lalu telah dicanangkan Gerakan Save Maninjau yang menghasilkan 7 program strategis, yaitu: pengelolaan ekosistem danau, pemanfaatan sumber daya air danau, mengembangkan sistem monitoring evaluasi dan informasi, langkah-langkah baik dari  informasi yang diperoleh, pengembangan kapasitas kelembagaan dan koordinasi, peningkatan peran masyarakat dalam bentuk pencegahan (preventif) atau penyelesaian masalah (solutif), dan pendanaan yang berkelanjutan. Pemerintah Kabupaten Agam sendiri telah mengajukan dana untuk Program Save Maninjau sebesar Rp. 1,5 Triliun ke Pemerintah Pusat, namun dana tersebut belum bisa dimanfaatkan sampai hari ini. Salah satu penyebabnya adalah belum tuntasnya penelitian tentang sedimen hingga saat ini. Penelitian soal apakah menggali sedimen kemudian diletakkan di tengah danau atau sedimen tersebut dibawa ke luar danau dan mencari dimana lokasi penempatannya.

Merujuk kepada statusnya sebagai Danau Prioritas Nasional (DPN) serta status Danau Singkarak yang mulai mengalami degradasi, maka dalam Rapat Harmonisasi dan Sinkronisasi Pengelolaan Danau Maninjau dan Danau Singkarak dihasilkan beberapa strategi diantaranya:

  1. Mengintegrasikan penyelamatan danau prioritas nasional (DPN) ke dalam penataan ruang
  2. Mengintegrasikan penyelamatan DPN ke dalam kebijakan, rencana dan program  sektoral/wilayah;
  3. Mengendalikan kerusakan danau, sempadan danau, daerah tangkapan air, daerah aliran sungai;
  4. Mengoptimalkan pemanfaatan DPN sesuai daya dukung  dan daya tampung lingkungan hidup;
  5. Membangun komitmen, koordinasi dan kemitraan pemerintah dan pemangku kepentingan dalam penyelamatan DPN

Selain strategi struktural seperti pengendalian sedimen danau, juga diperlukan strategi non struktural seperti pengerukan sedimen, rasionalisasi jumlah KJA, aerasi pada wilayah KJA, dan suplai bakteri pengurai. (hamdiirza)