Perkembangan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Provinsi Sumatera Barat

3,797 kali dilihat

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki visi abadi sebagai Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur di mana visi ini diterjemahkan ke dalam 4 (empat) misi yaitu: 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia, 2) Memajukan kesejahteraan umum, 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan bernegara ini diperlukan upaya-upaya secara kolektif oleh semua komponen bangsa untuk melaksanakan pembangunan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin manfaat pembangunan dapat diterima oleh semua pihak adalah melalui upaya pemberdayaan potensi sumber daya manusia setempat, yaitu melalui otonomi daerah.

Salah satu bentuk pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, yaitu daerah diserahkan urusan, tugas, dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Desentralisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah daerah dalam hal manajemen pembangunan supaya lebih tepat, akurat, berdaya guna dan berhasil guna. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah tersebut harus disertai pula dengan penyerahan dana atau transfer keuangan yang merupakan wujud hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang pada awalnya didasari oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah beberapa kali melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, dan terakhir melalui Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 serta Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang. Peraturan-peraturan ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan dan keuangan (fiskal) di Indonesia. Sebagai konsekuensi dari pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pada kenyataannya kemampuan keuangan daerah yang tercermin dalam realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), daerah hanya mampu mengumpulkan kurang dari 50% nilai APBD. Data realisasi penerimaan PAD pemerintah provinsi seluruh Indonesia yang dirangkum dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 30-40% anggaran pembangunan daerah di-support oleh APBN melalui dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Menariknya data tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan yang signifikan pada transfer dana perimbangan ke daerah yang proporsinya 45,21% melebihi proporsi penerimaan PAD yang sekitar 41,46%. Hal ini didorong oleh adanya peningkatan transfer DAK yang cukup signifikan dari tahun 2016 hingga tahun 2017.

Merujuk pada Pasal 1 angka 23 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Melihat kepada proporsi PAD yang cenderung tidak meningkat secara signifikan, maka pembangunan fisik di daerah makin cenderung bergantung kepada dana perimbangan terutama DAK Fisik sehingga menarik untuk melihat perkembangan pengalokasian DAK di daerah khususnya Provinsi Sumatera Barat.

Penghitungan alokasi DAK sesuai dengan pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan mengatur bahwa alokasi DAK ditentukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu: 1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK, dan 2) penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Kriteria umum ditentukan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu: 1) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil, dan 2) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing kementerian teknis terkait sesuai dengan ketersediaan bidang yang ada pada tahun yang berkenan.

Merujuk pada data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan DJPK Kementerian Keuangan dapat diperoleh data series perkembangan alokasi DAK Fisik di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2005 hingga tahun 2018. Dari data series tersebut dapat dilihat bahwa secara umum terdapat kenaikan jumlah alokasi DAK Fisik setiap tahunnya di Provinsi Sumatera Barat. Hanya saya terdapat beberapa kurva negatif pada kurun waktu tahun 2009-2010 yang diakibatkan oleh kondisi keuangan global tahun 2008 yang berpengaruh terhadap perubahan asumsi keuangan makro nasional beberapa tahun berikutnya. Hal yang menarik juga terlihat pada penurunan alokasi yang cukup signifikan pada tahun 2017 dan 2018 untuk kabupaten dan kota namun sebaliknya meningkat untuk provinsi. Hal ini diakibatkan oleh implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merestrukturisasi kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang utamanya adalah pelimpahan wewenang pengelolaan sekolah menengah atas/sederajat  dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi serta beberapa perubahan pada bidang lainnya seperti urusan kehutanan dan energi dan sumber daya mineral serta kelautan dan perikanan.

Pada kenyataannya alokasi DAK Fisik di Provinsi Sumatera Barat secara total mengalami penurunan dari tahun 2016 sebesar 2,4 Triliun menjadi 1,84 Triliun pada tahun 2017 dan 1,73 Triliun pada tahun 2018. Di satu sisi Pemerintah Pusat dalam RPJMN 2014-2019 secara khusus memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang masif di seluruh Indonesia. Peluang ini tentu harus bisa dikapitalisasi oleh pemerintah daerah untuk menggaet sebanyak mungkin dana perimbangan khususnya untuk pembangunan fisik melalui DAK Fisik. Alokasi dana perimbangan atau Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) cenderung meningkat setiap tahunnya dengan rerata pertumbuhan 8,3% per tahun. Namun besaran TKDD relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung menurun dari tahun 2013 sebesar 5,4% menjadi 5,2% pada tahun 2018. TKDD sendiri merupakan instrumen utama pendanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dimana dalam kurun waktu 2013-2017 secara rerata per tahun mendanai 70,5% APBD.

Untuk tahun 2019, merujuk pada DJPK Kementerian Keuangan, alokasi TKDD tahun 2019 diperkirakan sebesar 4,9% - 5,4% dari PDB yang diprediksi sebesar Rp. 16.000 Triliun. Sehingga diperkirakan alokasi TKDD untuk tahun 2019 berkisar dari Rp. 784,8 Triliun s.d. Rp. 864,8 Triliun. Merujuk kepada asumsi ini maka dapat diperkirakan bahwa alokasi DAK Fisik untuk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2019 kurang lebih sama dengan alokasi DAK Fisik pada tahun 2018. Jika diasumsikan pertumbuhan TKDD dari tahun 2018 ke tahun 2019 sama dengan pertumbuhan alokasi DAK Fisik, maka dapat diproyeksikan alokasi DAK Fisik untuk Provinsi Sumatera Barat untuk tahun 2019 berkisar dari Rp. 1,78 Triliun s.d. Rp. 1,96 Triliun. Pengalokasian DAK Fisik ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan layanan publik dasar antar daerah untuk mencapai visi Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur.